Mengulas berita dan kejadian yang telah terjadi sedang terjadi dan yang akan terjadi di sekitar kalikesur

02 July 2011

tembusan: Home » asal usul / legenda » Sejarah Desa Melung

Sejarah Desa Melung

Cerita atau legenda rakyat tentang desa Melung adanya Syech R. Abdulrahman (Kyai Melung) sebagai pendiri dan sesepuh desa Melung yang tidak tercatat dalam dokumen sejarah terjadinya desa Melung  namun diceritakan secara turun temurun. Cerita yang turun temurun terus tersebut dilakukan orang tua kepada anak-anaknya atau generasi penerusnya tidak lepas dari sejarah kadipaten Pasir Luhur, sebagai tempat persinggahan dan perlintasan R. Kamandaka dan para prajurit Kadipaten Pasir Luhur. Pada suatu saat para prajurit dalam perlintasannya mendengar  adanya ayam R. Kamandaka berkokok dikejauhan yang sangat keras bunyinya (melung-melung) disuatu wilayah maka sumber suara ayam berkokok itu ditandai sebagai daerah Melung yang dahulu masuk kedalam Kecamatan Kebumen dan baru sekitar tahun 1955-an dimasukkan kedalam Kecamatan Kedungbanteng. Lalu versi kedua adalah dengan adanya R. Singo Guna yang merupakan keturunan dari R. Honggo Wongso putra dari R. Klapa Aking atau R. Kolopaking.  R. Honggo Wangsa menurunkan R. Niti Menggolo kemudian R. Niti Menggolo menurunkan anak bernama R. Kalioso (Syech Abdul Djalal) lalu menurunan anak bernama R. Singo Guna yang hidup di desa Melung.  Setelah itu masuk lagi keturunan Kakak R. Singo Guna yaitu R. Suro Handoko dan R. Suro Menggolo.  Putra R. Suro Handoko yang bernama R. Sagi (R. Wirya Dikrama) memimpin desa Melung.  
Pada jaman penjajahan Belanda desa Melung merupakan kebun kopi yang sangat luas dan terkenal di negara Belanda dengan kopi kampungnya, seiring wilayah tersebut yang memiliki potensi sumber daya air yang melimpah maka pada tahun 1928 didirikan PLTA Ketenger yang sesungguhnya berada di Desa Melung.
Pada masa penjajahan Belanda dan Jepang yang tercatat sejak   tahun 1905 sampai dengan tahun 1940 Kepala Desa yang sejak jaman dahulu disebut Lurah dipimpin oleh Suradirana. Setelah masa kemerdekaan maka kepemimpinan digantikan oleh Mulyadirana lalu dilanjutkan dengan Wiryo Sukatmo.  Pembangunan yang dihasilkan tidak tercatat  karena sumber daya manusia yang ada sangatlah kurang pada masa itu.